18 Oktober 2011

Revictimisasi di dunia IT

UU ITE,perlindungan konsumen,prita,ferry,

Belum hilang ingatan kita, atau istilah yang lebih dramatisnya, belum kering air mata kita ketika melihat seorang Ibu rumah tangga yang merasa menjadi korban dugaan malpraktek di sebuah rumah sakit dan curhat tentang keadaan tsb kepada temannya melalui email yang mana email itu menjadi tersebar luas, malah dituntut hukuman penjara lantaran dianggap mencemarkan nama baik.Padahal kalau dilihat dari logika akal sehat, tetap saja ibu tersebut adalah sebagai korban dan sebagai konsumen Beliau pantas mengeluh atas pelayanan yg diberikan.

Yap! kalo anda membaca tulisan diatas, sudah pasti bisa anda tebak siapa ibu yang saya maksud, benar sekali! yang saya maksud dalam tulisan diatas tak lebih tak bukan adalah ibu prita mulyasari yang terpaksa terjerat pasal-pasal karet di UU ITE yaitu terkena pasal yang mebahas tentang pencemaran nama baik

prita mulyasari

nah, mungkin kini kasus ibu prita telah menemukan titik terang, setelah kisah beliau mendapat simpati publik dan pengadilan juga memvonis bebas beliau (namun ada isu yg berkembang, jaksa naik banding, dan persidangan sebenarnya masih berlanjut, entahlah...) namun bukan ibu prita lagi yang ingin kita bahas dalam artikel ini, melainkan isu terkait yang sedang marak di negri ini, yakni: Pencurian Pulsa

Pencurian pulsa, ya.... kata itu yang marak di ucapkan oleh presenter berita atau presenter talkshow berita dewasa ini, istilah ini muncul sebab banyak konsumen pengguna seluler yang merasa sering pulsanya "dicuri", yakni hilang sedikit demi sedikit ketika ada SMS premium yang masuk, padahal banyak dari mereka yang memiliki pengakuan tidak pernah melakukan registrasi atau pernah melakukan registrasi namun bukan karena keikhlasan ingin mendapatkan konten yang diinginkan, melainkan karena "tertipu" informasi promosi yang tidak clear.Nah lucunya lagi, banyak dari para konsumen tersebut tidak dapat melakukan unregistrasi (UNREG) karena tidak memperoleh informasi yang jelas mengenai instruksi jika ingin berhenti dari langganan konten/SMS premium tsb bahkan ada juga yang mengaku telah melakukan UNREG namun selalu saja ada pesan yang menyatakan sistem sedang bermasalah ketika mengirim pesan UNREG yang dampaknya adalah SMS/konten tsb tetap masuk dan si konsumen tetap "dipaksa" berlangganan

Lucunya lagi, aneh bin ajaib, berdasarkan pengakuan dari para konsumen yang menjadi korban penipuan pulsa tsb, pihak operator seakan lepas tangan, terbukti dengan ada salah seorang dari mereka yang ingin melakukan unreg namun menemui kendala lantas mendatangi customer care operator, si customer care malah menyuruh korban untuk unreg sendiri saja, aneh bin ajaib ini namanya......

pencurian pulsa,konten provider,demonstrasi

Namun apa yang paling menarik dari kasus ini sehingga saya mengangkatnya menjadi artikel di blog ini? (macam ini blog penting aja :P ) salah satu alasannya adalah karena ada pihak dari konten provider yg menjadi "tertuduh" lantas mengadukan balik si korban dengan tututan pencemaran nama baik, fitnah, dan perbuatan tidak menyenangkan? (lebih) lucu bin ajaib lagi si korban yg dituntut balik ini sebenarnya tidak pernah menyebut perusahaan si pemilik konten provider itu baik ke media maupun ke BAPnya, jadi istilahnya si pemilik konten sebenarnya merasa bersalah, namun malu mengakuinya, nah untuk menutupi kem@alu*nnya (kok istilahnya gak enak banget ya, hahaha :D - jangan tuntut saya juga lho :P ) alih-alih menyesal, malah memanfaatkan kekuatan hukum(kalo saya menyebutnya celah hukum) untuk menuntut balik si korban yang sebenarnya tak pernah menyebut nama si konten provider tsb (hanya menyebutkan nomer SMS yg masuk sebagai SMS/konten premium ke HPnya)

jadi apa yang bisa kita ambil dari kisah ini? simpel saja, kejadian ini dan kejadian yg menimpa ibu prita sebelumnya merupakan bukti bahwa hukum di Indonesia masih berorientasi hukum rimba, siapa yang kuat dia yang merasa berkuasa dan kejadian ini makin menegaskan kalau hukum Indonesia belum memihak sama sekali kepada konsumen, konsumen dibiarkan menderita dalam keluhan mereka, hanya boleh menyampaikan keluhan kepada pemilik layanan yang bisa saja tak ditanggapi, kalau mereka mengeluh (curhat) keluar apalagi melalui media IT, maka bisa saja mereka dituntut dengan 3 pasal karet seperti pencemaran nama baik, fitnah, dan perbuatan tidak menyenangkan yang itu berarti mereka mendapatkan penderitaan tambahan, sudah dirugikan oleh pemilik layanan, harus dirugikan lagi oleh hukum yang masih berat sebelah ini.

Sungguh mengenaskan jika pemerintah membiarkan ini terjadi, apalagi pemerintah membiarkan hal ini terjadi di ranah IT yg seharusnya demokratis dan anarkis, seharusnya pemerintah bisa menjadikan ranah IT sebagai media pertemuan untuk membentuk kesimpulan dan solusi dari dua pihak yang bertikai (konsumen dan produsen), seharunya pemerintah bisa berperan membentuk regulasi yang memungkinkan untuk konsumen menyalurkan keluhannya dan produsen (pemilik layanan) bisa menjadikan ranah inspirasi, koreksi, dan introspeksi untuk meningkatkan layanan tanpa merasa dirugikan oleh keluhan konsumen tsb

nah, sebelum saya menutup artikel ini, saya memiliki pesan kepada kita semua: "tidak ada yang dirugikan oleh hadirnya modernisasi, kecuali dia yang tidak mau berubah dan bergerak beradaptasi dengan modernisasi" karena itu saya berharap (karena saya bukan pejabat, hanya rakyat biasa saja yg tugasnya hanya berharap-mencoblos saat pemilu-menagih janji kampanye-berharap lagi) kedepannya Pemerintah bisa merubah paradigma bahwa IT/jejaring sosial/Internet adalah teman yang tidak pantas terus menerus diawasi, diblokir, dan diatur.Krn IT adalah dunia dinamis yang berkembang pesat, pemerintah hanya patut memberikan koridor2 yang adil bagi seluruh masyarakat apapun lapisan ekonimi dan sosialnya.

Juga bagi seluruh pemilik layanan yang pernah/sedang/akan menuntut konsumennya karena pencemaran nama baik, sudahlah.... berdamailah dengan rasa malu anda, introspeksi lah, karena tak mungkin ada keluhan dari konsumen jika pelayanan dan komunikasi anda baik2 saja kepada mereka, selain itu santai sajalah, toh masyarakat kita adalah masyarakat pemaaf, wong koruptor aja dimaafkan kok (dengan remisi) tiap moment2 tertentu jadi tidak menutup kemungkinan layanan/produk anda akan tetap laku ditengah masyarakat bahkan mungkin meningkat karena sikap jantan anda untuk tidak sensitif terhadap kritikan dan kemauan untuk memperbaiki diri.

Dan kepada konsumen yang menjadi korban atas buruknya pelayanan, jangan takut bersuara!! bukalah mata anda jika banyak orang yang akan mendukung meski hanya secara moril, dan bukalah hati anda karena Tuhan sedang menguatkan anda untuk berjuang mempertahankan hak dan harga diri anda.

Jangan takut, tetaplah bersuara, meski revictimisasi menghunus pedang permusuhan kedepan kita!!

image source: kaliandainstitute.files.wordpress.com, newinfoterbaru.com, teknologi.lensaindonesia.com

2 komentar:

  1. setuju dengan pendapatnya, hukum sekarang malah jadi milik orang yang berkuasa, asalkan punya duit dia sudah bisa mengendalikan hukum

    BalasHapus
  2. Hukum itu hanya untuk orang kaya....!

    BalasHapus

 

lafalofe Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates